Sekarang jamannya keterbukaan informasi. Dan sekarang masyarakat menikmati euforia dalam berdemokrasi. Sehingga lupa atau sengaja menabrak rambu-rambu dalam menyampaiakan pendapat. Caci-maki dan merasa paling benar mudah sekali kita jumpai status-status/Time Line di media social. Saling hasut seakan-akan menjadi pemandangan lumrah. Mudah tersinggung dan amuk membaca status orang lain. Kalau dipikir-pikir, siapa yang nyuruh membaca status orang lain. Dan kenapa membaca status orang lain jika hanya menaikan tensi darah.
Dan pada umumnya orang berdunia maya, hanya mencari hal yang sependapat dengan pemikirannya. Mencari pembenaran apa yang telah dinyakininya. Bukan mencari fakta apa yang sebenarnya terjadi. Atau terbuka dengan pemikiran orang yang berseberangan. Sehingga mempermudah titik temu permasalahan, yang bisa menambah kasanah keilmuan/wawasan berpikirnya. Inilah yang merepotkan. Sehingga orang mudah sekali, menshare berita hoaks, konten yang berisi hasutan dan kebencian.
Media social kini punya kekuatan besar untuk menggalang simpatisan atau menjaring masa. Pergerakan/pergolakan dunia nyata bisa diawali dari jemari-jemari dalam bertwitt-twitt. Dan sepertinya pemerintah, kewalahan dalam memantau arus informasi didunia maya. Khususnya media social. Perang opini semakin liar. ganas dan panas.
Sungguh disayangkan, jika lembaga keagamaan besar harus mengeluarkan fatwa. Seharusnya cukup dinas pendidikan atau aparat keamanan/penegak hukum yang mengeluarkan atau mensosialisasikan pendoman tata cara berbendapat di media social. Sepengetahuan saya, undang-undang ITE ( Informasi dan Transaksi Elektronik ) kan sudah ada bukan ? Dan memang ada !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar