Dua mingguan ini, pikiran saya penuh dengan pertanyaan dan percakapan. Obrolan antara hati dan pikiran. Saya sendiripun tidak punya kendali untuk menghentikan gelombang dialog itu. Hati dan pikiran berebut kata, terus menerus, bersaut-sautan. Bertalu-talu. Bertubi-tubi. Saling menggurui. Sebuah tutur, tidak jelas rimbanya. Ah saya mirip orang gila atau memang sudah gila? Berbicara tanpa jelas iramanya. Nada-nada amarah, tanpa arah. Sungguh pening kelapa ini. Pusing.
Makan tidak terasa enak. Tidur tidak merasa nyenyak. Sering terjaga ditengah malam karena mimpi menyeramkan. Ada apakah dengan diri saya ini? Apa yang sebenarnya saya takutkan. Sebuah pertanyaan, yang tidak membutuhkan jawabannya.
Apakah Tuhan telah meninggalkan saya? Apakah Tuhan sudah tidak perduli dengan hambanya? Kenapa Tuhan tidak mengabulkan doa-doa yang saya panjatkan ? Begitu jelas dan detailnya doa yang saya uraikan. Begitu panjangnya rangkaian harapan yang saya ajukan. Kenapa Tuhan tidak mau hadir ? Saya benar-benar terpuruk.
Ingin rasanya mengungkapkan permasalahan kehidupan yang saya hadapi. Irama kehidupan yang tidak merdu. Nada-nada kehidupan fals, yang membuat hati ini sesak. Kadang pikiran terasa mau pecah. Terbelah, dan terburai isi kepala. Tapi saya bingung, harus merunut dari mana permasalahannya. Sudah menjadi benang kusut. Rumit. Tidak jelas lagi ujung-pangkalnya.
Apakah Tuhan punya rencana lain yang belum bisa saya pahami. Apakah saya hanya dituntut ikhlas menghadapi permasalahan ini. Apakah Tuhan sedang menguji kesabaran dan ketabahan saya? Apakah karena saya terlalu focus pada salah satu pintu yang telah tertutup, sedangkan Tuhan telah membuka pintu-pintu yang lainnya? Atau saya tergolong orang yang tidak mampu bersyukur, memikirkan rezeki yang telah hilang atau hal yang seharusnya bukan milik saya. Sedangkan saya telah dikaruniai rezeki yang berlimpah, termasuk kesehatan dan akal waras.
Indah pada waktunya dan badai pasti berlalu, jadi teringat nasehat lama. Irama kehidupan tak semerdu harapan ini, mungkin menjadi jalan untuk mendewasakan kepribadian saya. Agar saya lebih bisa menjadi orang yang bijak, tidak pongah dan tetap rendah hati. Mampukah saya mengambil makna atas cobaan ini? Entahlah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar