Saya sering mengamati keadaan disekeliling tempat saya tinggal. Niatnya sebenarnya hanya sekedar mencari hawa segar. Jenuh rasanya di kamar yang sempit dan sumpek. Bergerumul dengan komputer, terasa bosan juga. Apalagi, bulan-bulan ini sepi job artikel placemant. Aduh,...isi kepala cenat-cenut, mirip jeroan dompet yang nafasnya kempas-kempis. Sedangkan kebutuuhan hidup semakin meningkat. Mengadu pada dinding, percuma juga. Jawabannya tetaplah membisu seribu kata. "Emang gue pikiran", pasti seloroknya.
Kini di kampung saya, marak dengan penjual kopi keliling. Ada yang menggunakan sepeda motor, sepeda gowes bahkan ada yang hanya dengan jalan kaki. Jumlahnyapun tidak terhitung, tiap gang atau tiap jalur jalan raya, pasti ada penjual kopi keliling. Mereka tidak menetap, berpindah-pindah mendekati kerumunan atau keramain massa. Penjualnya juga ada ibu-ibu, walau didominan oleh bapak-bapak. Yang membuat saya salut, ada seorang ibu yang menjual kopinya sampai tengah malam. Sungguh luar biasa kuatnya. "Demi mengais rezeki, demi untuk biaya sekolah anaknya", itulah jawabannya.
Fenomena maraknya penjual kopi keliling adalah tanda kemandirian rakyat Indonesia. Mereka tidak berpangku tangan, mereka tetap bekerja. Dan saya perhatikan, penjual kopi keliling ini adalah korban PHK. Tempat perusahaan mereka bekerja gulung tikar, bangkrut. Atau pindah wilayah. Demi mencukupi penghidupannya, terpaksalah berjualan kopi. Untungnya pun tidaklah seberapa. Tipis.
Eeits, jangan disangka jualan kopi keliling itu enak ya? Mereka juga main petak umpet sama petugas satpol PP. Jika nasib apes, kegaruk diangkutlah gerobaknya. Mengganggu ketertiban umum. Semoga saja, pemerintah mampu menciptakan lowongan kerja baru yang lebih banyak. Tidak ada lagi pemutusan hubungan kerja. Percayalah, jadi pengangguran itu ngenes, admin blog merasakannya sendiri. Pengen kawin tidak punya duit, jadilah jomblo abadi !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar