Mengingat cerita jaman kecil dulu. Ada sebuah cerita, ada orang tua bersama anaknya yang berumur empat tahunan. Ikut ke masjid bersama orang tuanya. Sampai di masjid, ada jamaah tua yang melarang anak kecil itu masuk. Dengan isyarat tangan dan suara, anak balita tersebut disuruh keluar. Wal hasil, anak balita tersebut ketakutan, dan ngumpet didalam sarung orang tuanya yang sedang melaksanakan salat tahiyatul masjid.
Dalam batin saya, pasti orang tua anak balita itu menahan marah didalam salatnya. Ternyata betul juga, selesai melaksanakan salat tahiyatul masjid, langsung keluar masjid sambil marah. "Masjid macam apa ini, tidak ramah anak sama sekali!", "Kalau orang tua sudah pada mati, anak-anak seperti ini dan itulah penerusnya", Orang tua balita tersebut sambil menunjuk anak-anak lain yang ngantri dan berdesakan dipintu masjid karena dilarang masuk. Orang tua dan balita tesebut, akhirnya pulang tidak jadi melaksanakan salat jamaah maghrib. Pulang dengan rasa kekesalan.
Punya selidik. Jamaah tua yang melarang anak-anak kecil masuk ke dalam masjid, beralasan anak-anak kecil dianggap mengganggu kekhusukan. Anak kecil suka berisik dan bercanda tatkala salat jamaah tiba. Jadi alasan dia, anak kecil dilarang masuk sebelum jamaah tua masuk terlebih dahulu. Dengan kata lain, anak kecil di saf paling akhir. "Tapi kan ya tidak harus dilarang masuk?", Guman batin saya.
Saya pun masih heran, jika ada masjid yang tidak ramah terhadap anak. Saya pernah membaca berita, ada anak perempuan kecil yang hampir saja menjadi korban penculikan. Saat ibunya sedang sujud, anak kecil itu mau digendong orang. Untung saja, anak kecil itu memberontak tidak mau diajak. Belum lagi berita yang masih hangat, seorang mahasiswi dipukul kepala dari belakang saat menunaikan salat dimasjid seorang diri. Pada intinya, keamanan dan kenyamanan itu harus menjadi tanggung jawab bersama ,walaupun itu bukan anak kandung sendiri. Setiap jamaah punya andil.
Dulu, kalau saya sedang lewat disebuah tempat prostitusi paling besar yang ada di Jakarta. Ingat ya, hanya lewat bukan mampir. Karena tempat prostitusi itu persis di jalan raya. Dari jarak kejauhan, pramunikmat itu sudah menyapa dengan ramah dan penuh dengan senyuman. Dengan gaya yang melambai-lambai. Menggoda dan genit. Bau wanginya pun semerbak sekali. "Mari mampir mas, dijamin puas deh", "Servis dan goyanganya tidak akan mengecewakan". Nah, inti dari masalahnya, kenapa sesama calon penghuni surga justru kalah ramah. Wajah cemberut. Muka dilipat. Merasa terganggu dengan keberadaan anak kecil. Sesekali, maindsetnya dirubah. Anak kecil sebagai ujian kekhusukan salatnya. Bukan dianggap pengganggu salatnya.
Menurut cerita dari guru saya. Saat Nabi sujud, pernah cucuknya naik dipunggung beliau. Nabi pun tidak merasa terganggu. Belum lagi, saat Nabi khotbah Jumat dihampiri kedua cucunya, kemudian Nabi menggendongnya dan terus melanjutkan khotbah Jumaatnya. Dari cerita kedua itu, kita diajarkan untuk ramah terhadap anak.
Tapi saya, yakin. Sekarang semua masjid ramah anak. Tidak ada lagi jamaah orang tua yang galak-galak terhadap anak-anak. Tapi entah kalau ditempat Anda. Masih adakah masjid yang tidak ramah anak? Monggo saling berbagi pengalaman. Cerita sewaktu kecil saya juga, jika ada jamaah orang tua yang galak, siap -siap saja sandalnya menjadi sasaran balas dendam. Sandalnya dibuang di got atau diludahi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar