Email: djangkarubumi@yahoo.com

Keangkuhan Tiang Beton Bundaran Kelapa Gading Jakarta Utara

Bundaran Kelapa Gading Jakarta Utara

Kehidupan ini memang terus maju. Dan selalu ada perubahan. Ya, yang hakiki dari kehidupan itu sendiri adalah perubahan. Tidak bisa dipungkuri lagi, perubahana adalah keharusan. Mau tidak mau, ya seperti itulah. Menolak perubahan, berarti harus rela tertindas dan tergilas dari kehidupan itu sendiri. Tertatih-tatih dan letih.

Dan kenyataannya, ada sebagian orang yang belum siap dengan perubahan. Termasuk saya sendiri. Inginnya seh mengikuti perkembangan jaman dan teknologi, tapi ada daya. Pikiran dan tenaga sudah tidak se-fit jaman dulu. Semua mulai melemah, dengan seiring waktu itu sendiri. Yang akhirnya hanya bisa menyaksikan saja. Hanya bisa jadi penonton, belum bisa menjadi penikmat.

Bundaran Kelapa Gading Jakarta Utara

Termasuk perubahan yang terjadi di Bundaran Kelapa Gading, sebagian orang menyebutnya Bundaran La Piazza Kelapa Gading. Dulunya bundaran ini dihiasi pepohan besar. Arah yang menuju  bundaran, tengahnya rimbun. Adem pokoknya. Belum lagi yang berada tepat di bundaran itu sendiri, pepohonan yang terawat betul.

Tapi kini, semua berubah menjadi tiang-tiang beton. Belum lagi itu jalan atasnya. Jalan LRT, Lintas Rel Terpadu. Sebenarnya dari kata bahasa ingris, Light Rail Transit. Benar-benar angkuh. Yang dulunya Bundaran Kelapa Gading tampak hijau, kini berubah menjadi sangar. Dan tampak gersang. Gedung kanan-kiri jalan tertutup pandang.

Bundaran Kelapa Gading Jakarta Utara

Bundaran Kelapa Gading Jakarta Utara
Sebelum ada LRT
Sungguh luar biasa Ibu Kota Jakarta. Selalu terus membangun. Ya, katanya demi menjawab tantangan kemacetan Jakarta yang kian parah. Maka diwujudkannya jalan LRT. Sebuah model transportasi yang mampu mengangkut banyak orang sekaligus.

Apakah nanti LRT, mampu mengatasi kemacetan yang ada di Jakarta? Ya kita tunggu kelanjutan dan perkembangannya. Karena pembangunan LRT ini belum finish. Konon katanya akhir tahun 2019, sudah final, alias selesai. Tapi kenyataannya dilapangan, saya perhatikan masih belum ada tanda-tanda kerampungan saat ini.

Itulah cerita saya, yang suka memotret. Senang mengabadikan suatu tempat. Sehinga Djangkaru Bumi, pantas disebut Tukang Photo bukan Photographer. Walau dengan alat sederhana, masih mengandalkan kamera handhphone, itu pun dengan resolusi kamera yang tergolon masih minim. Tapi tak apalah ya?

Berita Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Back To Top