Kadang negara ini, ingin meniru negara lain yang lebih makmur alias negara kaya, termasuk negara adidaya. Salah satunya soal kebijakan tentang jaminan sosial. Warga dijamin kesehatannya. Maka keluarlah program BPJS Kesehatan, saat itu masih bernama PT Askes (Asuransi Kesehatan). Sebuah hal yang bagus sebenarnya. Agar masyarakat yang sakit bisa berobat, tanpa pusing dan pening memikirkan soal biaya.
BPJS Kesehatan era presiden siapa? Kadang saya itu ditanyakan hal yang begitu mendetail seperti itu. Apalagi saat pemilu, wah pertanyaan itu sepertinya beruntun. Sebuah pertanyaan yang sebenarnya ingin menyanjung junjungannya atau pilihannya. Tapi tak apalah, kalau bagi saya anggap hal biasa. Cikal bakal BPJS Kesehatan pada era Presiden Megawati, dengan terbitnya undang-undang Sistem Jaminan Sosial Nasiaonal.Nag
Nah pada tanggal 1 Januari 2014 BPJS Kesehatan mulai beroperasi untuk menjalakan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Dan di era Presiden Joko Widodo diperluas lagi dengan keluarnya Kartu Indonesia Sehat (KIS). Keanggotaan atau peserta BPJS Kesahatan ada tiga, Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI), pemerintah yang menanggung iurannya (golongan kelas tiga) diperuntukan untuk masyarakat miskin,Peserta non PBI, yang membayar iuran dengan potong gaji dan Peserta Pekerja Mandiri, membayar iuran sendiri.
Kian hari, peserta BPJS Kesehatan terus bertambah dan semakin membludak. Karena, masyarakat Indonesia semakin sadar dan tahu manfaat menjadi peserta BPJS Kesehatan. Saat berobat ke Puskesmas maupun ke Rumah Sakit, ditanggung biaya oleh BPJS Kesehatan. Saya pun mengalami sendiri, keuntungan menjadi pesertanya. Saat berobat gratis, sehingga tidak begitu menguras isi rekening atau bahkan tidak sampai menjual pekarangan.
Setelah masyarakat merasa tenang, kesehatannya terjamin oleh BPJS Kesehatan. Semua penyakitnya tercover oleh badan asuransi milik pemerintah. Eh kini giliran pemerintah dan BPJS Kesehatan yang pening tujuh keliling. Keuangannya mengalami devisit, konon katanya. Eleh..ayah-ayah wae.
Kelas I dari 80ribu menjadi 160ribu
Kelas II dari 51ribu menjadi 110ribu
Kelas III dari 25ribu menjadi 42ribu
Dengan alasan devisit itulah, BPJS Kesehatan menaikan iuran sebesar 100 persen diawal tahun 2020. Sungguh keterlaluan. Wah, wah ini mah raja tega, jika ingin mengalami kenaikan seharusnya ya secara bertahap. Kalau bisa ya melihat kemampuan masyarakatnya juga. Lihat real kondisi lapangan gitulah. Atau bisa jadi ini sebuah taktik untuk mengurangi peserta BPKS Kesehatan? Alias BPJS Kesehatan sudah mengalami kedodoran. Entahlah.
Sepertinya pemerintah juga tidak bisa berbuat banyak. Dan kayaknya juga merestuai kenaikan tersebut. Masyarakat hanya bisa pasrah dalam ketidakberdayaan. Terus bertahan sebagai peserta BPJS Kesehatan dengan turun kelas. Atau terpaksa harus keluar dan berhenti sebagai peserta BPJS Kesehatan. Atau menjadi Peserta BPJS Kesehatan Penerima Bantuan Iuran. Ah, sepertinya kini pemerintah juga melakukan persyaratan ketat bagi peserta PBI. Nah, bagaimana harus menyikapi? Masing-masing pribadi pastinya yang lebih tahu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar