Guru saya sering menasehati, jika saya lagi sedih atau lagi susah. Khususnya derita kerena cinta. Saya disuruh berziarah ke kuburan. Awalnya saya bantah, kenapa harus ke kuburan. Kan paling asek jalan-jalan ke mal atau mungkin jajan enak. Kenapa harus ke makam? Tempat serem dan angker masak iya harus dikunjungi. Guru saya pun menjelaskannya, "Agar kamu bisa bersyukur, orang-orang yang sudah mati itu, kalau bisa berbicara, mereka sangat ingin hidup walau hanya satu jam saja".
Tanpa cinta, saya juga masih hidup. Walau diduakan kekasih saya juga masih bisa bernafas. Syukuri dan nikmati kehidupan ini. Apa yang telah hilang maupun yang bukan menjadi miliknya jangan terlalu diseseali. Badan kurus, terus sakit, nanti baru kecewa. Itu namanya menyiksa diri. Ora apik, tidak baik. Rangkuman petuah dari guru saya.
Saya pikir memang benar nasehat guru saya ini. Saya terlalu cengeng dalam masalah cinta. Ah, kayak dunia selebar daun kelor saja. Baru ditinggal kekasih sudah patah hati, hilang semangat. Untuk apa memikirkan orang yang dia sendiri tidak memikirkan saya. Untuk apa, saya mencintai seseroang sedangkan cinta itu bertepuk sebelah tangan. Percuma dan sia-sia.
Eleh-eleh. Sudah menjadi kebiasaan saya. Mau cerita apa, eh paragraphnya kemana. Joko Sambung bawa golok, tidak nyambung gitu lo. Sedikit curhat kan boleh? Kalau saya cerita langsung to the point kan nanti artikelnya terlalu pendek. Biar kayak artikel emak-emak itu lo. Kalau bercerita bisa panjang sekali. Saya kan jadi iri, kok bisa gitu. Apa sudah menjadi watak emak-emak, emang penyuka hal panjang?
Saya sangat senang bisa berkunjung atau berziarah lagi ke makam Arung Binang. Kalau menurut ejaan lama penulisan Arung Binang adalah Aroeng Binang. Diprasasti yang tertempel di dinding cungkup makam pun menggunakan penulisan ejaan lama. Nama kecil Arung Binang adalah Djoko Sangkrip.
Suatu kehormatan bagi saya, bisa melihat langsung ke makam Aroeng Binang Pertama lagi. Diijinkan masuk kedalam. Tidak sembarang orang punya kesempatan seperti saya. Maka dari itu sebuah kebanggan tersendiri. Juru kunci yang bernama Bapak Karyono pun langsung mempersilakan saya masuk.
Saat masuk ke dalam, saya dibuat kaget. Beda sekali dengan pertama kali saat berkunjung. Dulu gapura atau kelambu yang menutupi makam sangatlah sederhana. Masih didominan oleh pagar kawat yang selanjutnya ditutupi kain. Wujud lama, bisa Anda baca di artikel Makam Aroeng Binang Kebumen. Kini, wow sungguh megahnya. Kayu berukir yang menawan hati. Keramik yang super mengkilap. Dan langit-langit atap pun dibuat lebih tinggi. Menambah kewibawaan makam Arung Binang. Sungguh mantap betul.
Tapi kini sayang, tempat penyimpanan pusaka peninggalan KRT Aroeng Binang tertutup rapat. Sehingga saya tidak bisa lagi melihat koleksi didalamnya. Mungkin biar tidak lagi terjadi peristiwa pencurian pusaka keris, yang sampai saat ini belum kembali. Kata juru kunci awal tahun ini, akan ada penambahan pusaka dari keturunannya.
Oh iya , artikel lama, sempat dibaca dan diberi komentar oleh keturunan Arung Binang yang tinggal di Jakarta. Hampir dibuat tidak percaya. Berarti blog ini sungguh populer ya? Mungkin semenjak itu, keturunan Arung Binang bermufakat untuk merenovasi kembali area dalam cungkup. Dan menyerahkan pusaka untuk disimpan di cungkup pemakaman. Sehingga khalayak umum bisa lebih mengenal bupati pertama Kebumen.
Bagi yang penasaran penampakan didalam cungkup bisa melihat video saya. Tapi jangan lupa, like dan subscribe ya. Kalau bisa dishare ke akun media sosial. Biar orang semakin tahu atau mengenal tempat wisata Makam Aroeng Binang yang berada di dusun Kebejen, Kuwarisan, Kutowinangun, Kebumen. Sebelah utara stasiun kereta api Kutowinangun. Bagi yang ingin mencari kesembuhan, bisa lo mandi di Sendang Arum yang letaknya didepan area pemakaman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar