Lama sekelai saya tidak membuat artikel tentang kulineran. Ya, disamping karena untuk beli tak ada uang, ya terpaksa beberapa hari ini hemat pengeluaran. Masak sendiri di rumah. Dan itu pun biasanya mi instan dan telur mata sapi. Itu pun sudah termasuk mewah. Mau bagaimana lagi, keadaan atau situasi seperti ini, mau tidak mau ya harus pandai-pandai mengelola keuangan. Harus dicukupin. Walau sebenarnya saya ini heran, pemerintah ini kayaknya setengah hati dalam menangani wabah ini.
Kalau mau niatnya lockdonw, ya lockdown. Jika tidak ya tidak. Biar ada kepastianya gitu. Kalau saya cermati, peraturan SPBB,itu kan bikin bingung. Pemeritah tidak mau membantu rakyatnya, tapi tempat usahanya disuruh tutup. Toko-toko atau warung-warung dipaksa libur lapaknya. Rakyatnya disuruh berdiam di rumah. Disuruh kerja di rumah. Terus apa yang dikerjain? Yang sudah kerja, untuk sementara diliburkan dan atau dibayangi dengan Pemutusan Hubungan Kerja, PHK. Ini tidak hanya soak urusan virus tapi yang lebih parah kan juga urusan isi perut.
Rakyat sudah tidak bisa berwirausaha, sedangkan kebutuhan akan biaya listrik, air, kontrakan dan sebagainya terus berjalan. Terus disuruh bayar pakai apa? Apa tidak pening kepalanya. Ya, kalau masih punya dana cadangan, kalau tidak? Kalau seperti ini terus, bisa jadi, rumah sakit jiwa juga akan kewalahan menampung pasien. Terhindar dari virus corona yang datang justru penyakit kejiwaan. Kemana rakyat mencari hiburan dan ketenangan? Di rumah, stres karena memikirkan dapur tak ngebul. Ingin berjamaah, tempat ibadah juga dilarang berkumpul. Ah, mungkin saya yang salah dalam memandang persoalan ini.
Kalau memikirian soal itu, badan jadi meriang. Panas dingin tidak karuan. Ah dibikin santai saja, nasib diri sendiri, memang yang lebih menentukan adalah diri sendiri. Pemerintah kayaknya tak mau atau setengah niat untuk hadir. Pemerintah lebih suka menarik pajak, daripada mengulurkan bantuan untuk rakyatnya. Atau negeri ini hanya milik sebagaian orang? Aduh, entahlah. Mungkin saya yang salah lagi. Yang penting, terus berusaha dan terus berusaha. Sesekali memohon kekuatan sama yang Maha Kuasa.
Dah ah, keluar rumah mencari minuman yang membuat badan seger. Wedang Ronde, atau minuman ronde. Tapi saya lebih suka Sekoteng. Lama sekali sebenarnya ingin atau kangen minuman ini. Dan baru sekarang bisa terlaksana.
Waktu menjelang sore, saat saya jalan-jalan melihat warung langganan saya. Warung Jaseng, Jahe Sekoteng sudah buka. Sang pemiliknya lagi mempersiapkan dagangannya. Saya kenal dengan pemilinya ini, bernama Mas Arif. Dia sudah lama menekuni usahanya. Dan sempat membuka cabang di Bekasi, karena tenaga yang sudah tidak memungkinkan. Akhirnya focus kesatu lapaknya yang berada di depan gerbang Perumahan Kompleks Bea dan Cukai, Sukapura, Cilincing, Jakarta Utara.
Saya pun sempat ngobrol ringan sejenak dengan mas Arif. Dagangan atau usahanya lumayan sepi, ya karena faktor orang-orang tak berani keluar rumah. Takut kena virus corona dan faktor lainnya seperti dilarang untuk kumpul-kumpul. Dan mungkin juga faktor keuangan, sama-sama lagi mampet ekonominya. Soal harga minuman jahe atau sekotengnya bagaimana tu? Harga terjangkaulah, enam ribu rupiahan. Kalau saya lebih suka, sekoteng special. Ada bola-bola kenyal yang enak dilidah. Pokoknya mantap jiwa deh!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar