Email: djangkarubumi@yahoo.com

Pembatasan Sosial Berskala Besar atau LockDown? Mana yang Lebih Menguntungkan?

Pembatasan Sosial Berskala Besar atau LockDonw

Wabah virus covid-19, kayaknya sudah hampir dua mingguan lebih masuk ke Indonesia. Saya sebenarnya tidak mengamati dengan serius tentang pandemi ini. Apalagi melihat angka stastistik di media sosial, rasanya ogah banget. Jika melihat, itu pun hanya kebetulan saja. Belum lagi itu, pihak terkait yang gencar mengirim pesan lewat SMS. Langsung hapus tanpa dibaca. Karena saya jadi bingung, kenapa wabah ini menjadi permainan angka. Dan selalu menjadi perdebatan tanpa bermakna. Yang ada saling menyalahkan, tanpa memberi solusi.

Pemerintah pusat, hanya memberikan keringanan soal listrik, itu pun pilih kasih. Akhirnya ya itu, terjadi kecemburuan sosial. Karena semua golongan merasakan dampaknya, kenapa hanya golongan tertentu yang diberi keringanan. Terjadilah saling curiga, jangan-jangan tarif golongan listrik menengah keatas dinaikan. Sistem saling-silang. Ya, karena pemerintah setengah hati. Mungkin!

Aduh, anggap saja ini hanya sekedar obrolan warung kopi. Jangan dibawa serius. Bisa jadi saya yang salah dalam penyampaian. Situasi yang begitu ruwet seperti ini, rasanya kurang tepat jika saling menyalahkan. Yang ada seharusnya saling mendukung dan menguatkan. Karena ini memang tidak sekedar soal Corona tapi juga soal urusan perut agar bisa bertahan. Disuruh diam dirumah, jika tidak ada stock makanan bagaimana bisa bertahan dan bisa diam. Yang ada mah, pemberotakan lambung.

Pembaca pasti ikut bingung kan? Harap maklum, saya menulis ini juga dalam kebingungan. Kerja di rumah, tapi bahan bakar semakin menipis karena pendapatan menyusut bahkan dibilang tidak ada. Kalau kerja di luar, tidak ada pembeli, barang tidak laku. Ah sama-sama jadi bingung harus berbuat apa. Bagaimana mau laku, jika perkantoran atau instasi-intasi pada tutup.

Tapi tak apalah. Saya masih tetap bersyukur, keadaan di Indonesia tetap masih baik jika dibandingkan dengan negara nan jauh disana. Saya lihat di youtube, ada orang meninggal yang diduga kena korona, negara tidak hadir. Jangankan negara, tetangganya pun tidak ada yang mau melayat. Terpaksa, kerabatnya membakar mayatnya didepan rumah atau ditengah jalan. Kalau disini? Petugas masih mau merawat dan menguburkannya. Walau ada disuatu daerah, mendapat penolakan dari wargarnya.

Memang pemerintah tampaknya lambat dalam mengambil kebijakan. Atau seandainya membuat kebijakan tidak mendapat respon yang baik dari rakyatnya.  Akhirnya ya itu, setiap wilayah menerapkan sistem sesuai kehendaknya. Ada yang main lockdown, walau akhirnya tidak bertahan lama. Atau menerapkan karantina wilayah yang sebenarnya lockdonw juga walau hanya beda istilah.

Negara Indonesia dengan wilayah yang luas, itulah yang membuat pemerintah enggan menerapkan sistem lockdown. Dampak dan resikonya terlalu besar dan berat. Pemerintah juga terkendala oleh biaya. Mana sanggup menanggung kebutuhan penduduk sebanyak ini. Roda perekonomian akan macet total pastinya.

Akhirnya pemerintah hanya mengijinkan sistem Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Hanya aktivitas masyarakat tertentu yang dibatasi, semisal kegiatan keagamaan, diliburkan sekolah dan tempat kerja, pembatasan ditempat umum, pembatasan kegiatan sosial dan budaya, pembatasan moda transportasi. Pelayanan atau aktivitas lainnya masih berjalan, semisal supermarket, pasar dan sejenisnya. Termasuk pelayanan kesehatan juga masih berjalan walau kenyataannya dibatasi juga jumlah pasien yang ingin berobat.

Jadi lebih menguntungkan mana antara PSBB dengan Lockdown? Saya tidak bisa memberikan jawabannya. Kalau bagi saya mah, sebenarnya istilah itu sama saja. Sama-sama tidak bisa bekerja. Keluar rumah takut kena virus, di rumah terus ya kelaparan. Semoga saja, virus ini segera berlalu, untuk sementara memang lebih baik mematuhi dan mentaati instruksi pemerintah saja. Yang penting, pemerintah menjaga ketersediaan bahan pokok dan keperluan lainnya. Jangan sampai ada kelangkaan dan kenaikan harga. Syukur-syukur segera ada bantuan yang bersifat nyata, jangan sekedar wacana dan wacana. Karena perut ini tidak bertahan lapar kelamaan.

Berita Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Back To Top