Keliling kampung dengan sepeda ontel. Alias gowes pit. Niatnya seh olah raga, biar badan sehat. Ya ya, kalau tidak gerak. Badan jadi sakit, terasa pegel-pegel. Pagi yang begitu cerah, suasana yang begitu nyaman sekali. Embun masih tampak di dedaunan. Belum banyak orang yang keluar rumah. Sunyi, suara burung emprit terdengar dengan jelasnya. Cuitnya begitu merdu, ah mungkin karena tidak ada saingannya. Sehingga kicaunya terdengar perkasa.
Saya terus mengayun sepeda. Tanpa tujuan. Saya menuruti hati dan kehendak sepeda mengarah. Terus aku laju. Eh eh, gerimis kok ya datang dengan tiba-tiba. Wah saya lupa bawa mantel. Sedangkan saya hanya berkoloran ria. Gimana ini. Saya pun membuang rasa malu, berteduh di emperan rumah orang. Ngimpi apa saya semalam ya. Pengen pesan kopi, tapi tak ada warung. Pengan minta tuan rumah, eh pintunya tertutup rapat.
Setelah hujan reda. Saya melanjutkan mengowes. Tetap tanpa arah dan tujuan. Asal ngayuh sepeda. Jujur saja, sebenarnya hati dan pikiran melalangbuana. Melayang ke mega-mega, menyusuri pekatnya awan hitam. Apa yang hendak saya cari, apa yang hendak saya inginkan dalam hidup ini. Saya pun tetap tak bisa menemukannya. Mega hitam, masih menjadi penghalang pendangan saya. Eh gegelar petir membangunkan saya dari lamunan.
Eh eh, saya kok berhenti di depan masjid Muria. Sepeda saya berhenti dengan tiba-tiba. Saya pun terkejut dan heran. Kenapa saya bisa mampir di masjid ini. Ya ya, yang namanya bukan kehendak hati. Tak apalah saya pun turun dari sepeda. Ah atau mungkin sebenarnya saya hanya ingin ke kamar kecil atau ke WC. Bolah jadi itu benar ,dan kebetulan saya juga lagi kebelet pipis.
Saya pun berlari kecil ke kamar kecil. Saking sudah tak tahannya, ya mungkin karena saat itu cuaca begitu dinginnya. Sehingga membuat saya mudah beser, dikit dikit ingin pipis. Untung di kampung, sehingga soal ke wc bisa mampir ke masjid. Gratis pula. Coba kalau di kota besar, apa tidak susah tu mencari toilet kecil. Bisa bisa kencing di balik pohon atau tembok.
Sekeliling masjid Muria tampak sepi. Tidak ada orang yang saya jumpai. Tak ada satu orang pun yang bersliweran. Atau anak kecil yang berlari-larian. Kenapa kampung ini bisa sesunyi ini. Mungkinkah masih pada tidur, atau mungkin sudah pada ke sawah. Aduh, saya kok jadi kayak orang hilang.
Yang membuat saya kagum dengan masjid Muria ini adalah halamannya terjaga banget kebersihannya. Ada tempat parkir sepeda, teduh pula. Masjid yang begitu sejuk. Pohon nyiur tumbuh disekelilingnya. Aduh sebenarnya ingin salat sunat disana, tapi apa boleh buat. Koloran dan berkaos singlet. Oh iya Masjid Muria beralamatkan di Dusun Karangbongkeng, Sarwogadung, Kecamatan. Mirit, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Kode Pos 54395.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar