Dari semenjak SMP saya itu memang suka sekali dengan hal-hal yang berbau mistik. Lebih tepatnya sebenarnya berbau dengan hal yang aneh-aneh. Hal yang diluar akal sehat. Ya jadi mirip orang sinting gitulah. Tapi ini tidak sinting betulan ya, hanya mirip. Dan mirip itu tidak harus sama. Dan sama tidak harus mirip, eleh ini jadi ngomongin apa. Kayak main tebak-tebakan jadinya. Kan sudah saya bilang, mirip orang sinting, hehehe. Ah, kagak lucu!
Sebenarnya niatnya hanya sekedar buat hiburan. Obat kejenuhan, maklum wong ndeso kan miskin dengan gadget, salah satu hiburan termurah adalah keluyuran. Keliling kampung. Daripada di rumah stres, yang saat itu televisi masih tergolong barang mewah. Sekampung paling yang punya bisa dihitung dengan jari, paling berkisaran empat saja. Itu pun ukuran televisi masih 14 inchi dan warna masih hitam putih pula.
Kebiasaan saya yang dari kecil suka keluyuran, ternyata terbawa sampai sekarang. Biasanya saya keluyuran ke tempat-tempat yang dianggap orang angker atau mistik. Jika mendengar ada tempat makam keremat, saya langsung dibuatnya penasaran. Pengen ziarah, sekaligus ingin mengetahui sejarah dari makam itu sendiri. Maklum, saya kan juga termasuk paling suka dengan sejarah. Mata pelajaran sekolah yang paling saya sukai.
Di kampung saya, banyak sekali tempat-tempat yang dikeramatkan. Bukan berarti keramat dalam tanda kutip negatif ya. Dikeramatkan disini karena biasanya makam tersebut adalah sesepuh dari kampung tersebut. Atau sebagai pendiri kalau istilah jawa yang pertama babat alas. Sebagai bentuk penghormatan, dan sebagai jejak sejarah agar diingat oleh keturunan generasi berikutnya. Asal muasal desanya tidak hilang oleh ingatan.
Lagi asek jalan-jalan dengan sepeda motor tua. Saya tidak sengaja menjumpai papan nama yang bertuliskan "Makam Mbah Jakun". Awalnya saya kira itu petunjuk tempat wisata. Kebetulan juga saya pengen butuh hiburan. Tanpa pikir panjang, langsung deh saya mengikuti petujuk papan nama yang berada di pinggir jalan Mirit itu. Jalan yang saya lalu masih jalan setapak belum diaspal. Dipinggir gang itu ada parit irigasi dengan air yang mengering.
Kanan kiri tumbuh pepohan tinggi, didominan oleh pohon kelapa dan pohon bambu. Sehingga suasana tampak adem. Eh sesampai ditempat, ternyata perkiraan saya salah. Hanya ada cungkup sederhana, yang di dalamnya terdapat dua pusaran atau makam. Itu pun tanpa nama pula. Saat itu situasi lumayan sepi, jadi saya tidak bisa menggali informasi dari sejarah makam Mbah Jakun. Sebenarnya saya nongkrong lama, siapa tahu ada yang lewat, sehingga bisa bertanya-tanya. Saya tunggu lama, ternyata tak ada yang lewat juga.
Akhirnya saya hanya bisa memotret-motret saja. Makam yang terawat, tapi saya tidak tahu siapa juru kuncinya. Semoga lain waktu bisa berkunjung lagi ke Makam Mbah Jakun. Karena waktu sudah sore, saya pun segera melanjutkan perjalanan, alias keluyuran. Oh iya Makam Mbah Jakun berada di desa Mangunranan, Mirit, Kebumen, Jawa tengah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar