Kulineran lagi, jajan lagi. Hidup saya kok tampak asik sekali ya, kayak orang punya duit saja. Wabah pandemi, kayak biasa-biasa saja. Kayak tak ada pengaruhnya. Kata siapa? Jangan melihat dari luar saja saja. Dan jangan melihat dari segi gaya saja. Tidak mengeluh, bukan berarti tidak punya persoalan. Kelihatan tidak menderita, jangan dikira hati dan pikirannya tidak tertekan. Situasi seperti ini, sama saja. Wis pokoknya sama.
Hanya bedanya, ada yang mengekspresikan dengan raut wajah, suara, maupun tindakan. Dan ada yang cukup dipendam dalam hati saja, sehingga tak perlu ditonjolkan keluar. Mencoba untuk menikmati situasi dan kondisi, mencoba mengambil dari segi nikmat saja. Sehingga tidak perlu terlalu memikirkan hal-hal yang sekiranya yang membuatnya kurang bersyukur. Antara kenikmatan dan kekurangan, kalau ditimbang-timbang masih banyak kenikmatan. Woih, saya bergaya orang alim ya. Saya kok sok banget.
Sebenarnya seh, hatinya galau. Ya tak apalah, yang namanya saya juga manusia biasa. Bukan keturunan dari keluarga Nabi, atau keluarga Kyai. Kadang hati dan pikiran bergoyang, oleng sebelah. Kadang menangis dan kadang tertawa. Kadang juga mengeluh tak punya duit. Romantika kehidupan memang seperti itu. Ada kalanya pasang dan surut.
Yang penting hidup selalu mencoba untuk tersenyum dan selalu berusaha untuk bahagia. Jangan sampai hidup ini selalu dalam keadaan cemberut dan manyun. Seakan-akan tidak ridho dengan ketentuan Tuhan. Masak iya, saya harus ngatur-ngarur Tuhan. Saya menyuruh Tuhan ini dan itu, dan harus dipenuhi. Eleh, nanti efeknya kurang bagus bagi kesehatan pikiran dan badan. Kan saya yang seharusnya patuh dan menuruti perintah Tuhan. Eleh, bibir saya kok tambah duwer.
Mau bahas kulineran kok, pakai ceramah segala. Jadi orang kok ruwet dan bulet. Sesekali itu, focus pada tema, jangan suka melebar kemana-mana. Sari Sist, Semongko! Siap! Aduh, tak tahu begitu sulitnya menulis. Merangkai kata, demih hari kehari terasa menyulitkan. Apa yang ada diangan-angan kepala, tak mudah diuraikan. Ibarat kata, seperti benang kusut.
Biasanya saya beli Fried Chicken Sri Melan di malam hari, untuk menu makan malam. Wow keren bukan, menu makan malam saya pakai ayam. Ih pamer ceritanya? Bukan, hanya ingin memberitahukan saja. Ah sama saja. Dilanjut kagak nih ceritanya? Takut nanti dikira pamer. Ayo dilanjut, jadi orang kok mudah tersinggung. Percuma punya jenggot.
Nah karena saya dibuat ketagihan dengan Fried Chicken Sri Melan inilah, saya ingin berbagi pengalaman. Siapa tahu ada pembaca yang ingin mencari menu ayam crispy atau fried chicken tak perlu ragu untuk datang langsung ke warung Sri Melan yang beralamatkan di Pasar Proyek Sukapura, Jalan Manunggal Juang II, Jalan Tipar Cakung. Posisinya masih tepat dipinggir jalan, sehingga mudah untuk ditemukan.
Rasanya crispy banget deh. Gurih, renyah, lezat dan nikmat. Wah kadang saya tidak kebayang, betapa keuntungan yang didapatkan oleh pemilik warung ayam crispy ini, yang namanya mbak Sri Melan. Jam bukanya lumayan lama, dari pagi sampai malam. Dan saya perhatikan, Fried Chickennya selalu ludes terjual. Walau dikanan kirinya ada saingan. Mantap jiwa betul. Oh mbak Sri Melan!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar