Lama saya tidak menulis tentang uneg-uneg. Maklum sudah dua Minggu tepar, alias sakit. Bahkan sampai sekarang belum fit alias sehat secara utuh. Badan terasa masih sempoyongan, kepala kadang sering sambat pusing. Mata juga berkunang-kunang. Melihat sesuatu kadang masih tampak kabut. Tapi herannya jika melihat duit, masih dengan jelasnya. Masih bisa membedakan nilai atau nominalnya. Sebenarnya yang saya rasa, hanya sakit batuk, flu dan demam. Tapi kok herannya sampai bisa sambat diluar biasanya.
Sudah berobat belum? Sudah dua kali berobat. Ya Allhamdulillah ada perubahan. Sudah bisa melakukan aktivitas, walau tidak boleh berat-berat dulu. Kegiatan yang ringan-ringan, yang tidak begitu menguras energi. Capek dikit saja, nafas terasa ngos-ngosan. Ya, kalau tidak ingat kebutuhan, sebenarnya malas untuk bekerja. Pengennya istirahat total, biar cepat sembuh. Ah, semua karena kebutuhan yang wajib ditanggung. Ya bagaimana lagi, badan harus dipaksa.
Selama sakit, saya merasa, jangan-jangan umur saya sampai disini. Sebab apa? Ya itu, jin berwarna hitam sering menggoda. Saat tidur, dia datang, seakan-akan ingin menyambut nyawa saya. Dia suka meledek, walau saya tahu dia hanya sekedar makhluk jin, bukan malaikat pencabut nyawa. Kalau memang umur saya sampai disini, saya ikhlas. Eleh, kayak punya amal banyak aja! Bukan seperti itu, hidup ini kan sebenarnya hanya menunggu giliran untuk kematian. Siap tidak siap, ya harus siap. Dan harus mau. Yang jelas, saya inginnya mati dalam keadaan tersenyum. Tidak mau dalam keadaan cemberut. Seakan-akan tidak ridho diberi kesempatah hidup, jika sampai cemberut.
Wabah yang kapan berakhirnya belum pasti. Hidup hanya mengandalkan tabungan dan bantuan sosial dari Pemerintah. Semenjak ganti mentri sosial, bansos kok seret datangnya. Nafas sudah ditenggorokan, eh bantuan sosial belum sampai juga. Yang biasanya dapat beras dan paketan lainnya, ini kok tak ada. Kalau begini caranya kan, dapur jadi nelangsa. Periuk dan piring tengkurap tak terisi.
Eh eh, ternyata kini bansos berupa uang tunai. Istilah sekarang namanya BST, Bantuan Sosial Tunai. Ada dua BST, yang dari kementrian sosila disalurkan lewat Pak Pos. Dan dari pemerintah provinsi DKI lewat Bank DKI. Saya sendiri belum mendengar kabar bantuan dari Kemensos, kapan cairnya. Ah, saya rasa mentri yang lama dan yang baru sama saja. Lambat responnya. Ini soal perut, sudah banyak yang teriak.
Sebenarnya saya secara pribadi tidak mengharapkan bantuan BST ini. Tapi ya bagaimana lagi, sudah setahun keadaan begini. Pendapatan turun drastis, sedangkan kebutuhan hidup naik. Sudah badan sakit, pikiran tak karuan. Rasanya itu remuk redam. Hati menjerit menangis. Eleh, kok saya jadi curhat dan lebay.
Dah ah, saya ingin berbagi pengalaman saat mendapatkan BST, Bantuan Sosial Tunai dari Pemprov Jakarta yang disalurkan lewat Bank DKI. Bagi yang mendapatkan BST, akan mendapatkan surat undangan dari Bank DKI, petugas RT yang mengantarkan ke rumah-rumah warga. Nanti disuruh datang ke Sekolah yang telah ditentukan dalam undangan tersebut. Ya, Bank DKI bekerjasama dengan pihak sekolah. Mungkin sekolah punya area gedung yang memadai, bisa menampung banyak orang.
Persyaratan apa aja yang harus dibawa? KK asli dan photocopy, KTP asli dan photocopy, bagi yang ingin diwakilkan harus membuat surat kuasa diatas materai. Nah, karena BST ini menggunakan data pembagian sembako tahun 2020. Maka yang tahun itu tidak terdata, umumnya tidak mendapatkan BST. Apalagi penerima Bantuan Sosial Tunai ini juga sangat terbatas. Pastinya lebih banyak yang tidak kebagian menerima daripada yang menerima. Akhirnya apa? Terjadilah kecemburuan sosial. Kalau saat model beras, pembagian bisa disama ratakan. Satu warga RT bisa mendapatkan beras. Kalau uang tunai? Nafsi-nafsi, yang tidak menerima ya gigit jari.
Sudah jelas kan ya? Yang tidak menerima BST, Bantuan Sosial Tunia karena dari awalnya tidak terdaftar. Pemerintah menggunakan data saat model pembagian sembako. Entah kenapa, pemerintah tidak mau mendata ulang. Ya, mungkin waktu yang mepet dan tidak mau ribet, akhirnya menggunakan data yang lama saja. Bantuan Sosial Tunai dari Pemprov DKI sebesar Rp 300ribu, saya sendiri belum tahu sampai berapa kali penerimaan.
Saat ini saya juga berharap segera cairnya bantuan BST dari kementrian sosial. Walau saya sendiri ragu, apakah nama saya terdata. Harapan yang tipis. Bu Risma, kapan nih? Ah Bu Risma aja masih sibuk dengan blusukannya. Ssst jangan berprasangka jelek. Berdoa saja, siapa tahu nanti Pak Pos datang dengan membawa uang tunai. Ah tipis tipis!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar