Sudah dua bulan lebih, Pemerintah belum bisa juga mengendalikan atau mengontrol harga minyak goreng. Ada apa ini? Masyarakat pastinya bertanya-tanya. Infromasi yang ada selalu simpang siur. Konon karena adanya penimbunan yang jumlahnya berton-ton minyak goreng. Ada yang disebabkan terkendala ijin pendistribusian. Atau yang lebih parahnya, produsen lebih suka menjual ke negara lain, yang harganya lebih jauh mahal, dan pastinya lebih banyak untungnya. Eh ada juga yang disebabkan oleh penggunaan mesin berbahan biosel.
Dari semua itu mana yang benar? Eleh, masyarakat juga kagak mau tahu. Yang penting bagaimana caranya agar harga minyak goreng kembali normal. Dan tidak ada kelangkaan, tidak perlu antre, hanya sekedar membeli minyak goreng. Apa tidak kasihan itu emak-emak, waktunya terbuang percuma. Kalau soal waktu mungkin tidak seberapa ya? Kalau sampai ada yang meninggal karena terlalu lama antre minyak goreng, kan kasihan juga.
Saya sering ke pasar, harga minyak goreng di agen sebelum ada kenaikan dan kelangkaan, berkisar 14ribu persatu liternya. Sampai ke konsumen atau ibu rumah tangga menjadi 17ribu. Eh kini bisa berkisar antara 15 ribu sampai 20 ribu rupiah perliternya. Sampai ke ibu rumah tangga? Wah tidak kebayang kan? Terjadi kenaikan harga yang melonjak, itu pun sesuai merk dari minyak goreng ya. Merk minyak goreng yang ternama, pastinya jauh lebih mahal lagi.
Aduh ngomongin merk atau nama minyak goreng, kini aneka macam. Namanya banyak, saya sendiri sampai tidak hafal hehehe. Nampak asing juga seh, nama-nama ini muncul biasanya minyak yang disubsidi pemerintah, semisal Hemart, Sonia, Siaap, dan sebagainya. Pokoknya banyak dah, kagak bakalan hafal semuanya jika disuruh menyebutkan satu persatu. Soal kualitas minyak bagaimana? Pastinya jauh lah jika dibandingan dengan minyak yang beredar sebelumnya. Itu kata penjual gorengan ya? Maka bagi keluarga yang berkalas, tidak berminat dengan merk yang baru muncul ini. Mereka akan tetap memburu minyak yang bernama.
Sampai kapan kelangkaan minyak goreng ini terjadi? Sampai kapan tidak terjadi keantrean lagi? Jawaban yang sulit dijawab, apalagi sebentar lagi akan menjelang bulan ramadhan dan lebaran. Konsumsi atau penggunaan minyak goreng di masyarakat akan lebih besar lagi. Pemerintah akan ngos-ngosan mengendalikan harga. Karena apa? Karena bahan pokok yang lainnya sudah mulai naik harga duluan, semisal gula, jengkol, dan ayam.
Walau pemerintah dan partai politik sudah mengadakan operasi pasar dengan menjual harga minyak murah. Bahkan sampai ada yang menjual harga dibawah 14ribu perliternya. Tetap saja, tidak bisa menekan harga minyak dipasaran. Orang miskin, mana mampu membeli minyak goreng dalam jumlah yang besar, semisal empat liter atau dua liter sekali belanja. Apalagi dengan kondisi perekonimian yang tidak kunjung membaik. Emangnya masyarakat hanya beli minyak goreng doang? Tidak beli beras dan garam? Sedangkan jatah belanja dari suami super minim! Emak-emak lagi yang pening kelapa hahaha...
Soal antre minyak, saya kok punya cerita sendiri. Kemarin saya ikut antre membeli minyak, pengen tahu sensansi rasanya antre sekaligus ingin mencari bahan cerita buat berita. Saat saya mengajak orang untuk ikut membeli jawabannya aneka ragam, ada yang tidak punya duit dan ada yang tidak tertarik dengan merk minyak goreng tersebut. Gimana punya duit, jika pembeliannya minimal dua botol alias 4 liter. Bahkan ada yang dijual dengan sistem perkardus, yang harganya berkisar 400ribuan. Alamaaaak... pastinya yang beli pedagang lagi. Dan akhirnya, sampai ke emak-emak tetap masih tinggi. Dasar kutupreeet ! Hahahaa...., kok saya terbawa emosi.
Sudah ikut antre, eh agennya tutup dengan alasan waktu sudah malam. Jam operasional sudah berakhir, disuruh besok pagi datang kembali. Apa tidak emosi itu emak-emak yang awalnya ikut antre, pulang dengan tangan kosong. Apa dibatinnya tidak ngedumel, gondok ati pastinya ya? Tahu sendiri kan, jika emak-emak sudah marah, tidak ada koma dan titiknya. Bisa-bisa anak dirumah jadi pelampiasan emosi..., wkwkwkw.
Gimana ini pemerintah? Kira-kira sanggup kagak mengendalikan harga dan persediaan atau stock minyak goreng? Kira-kira itu produsen atau pabrik minyak goreng mau menaati anjuran pemerintah? Atau jangan-jangan produsen minyak goreng sudah menjalankan perintah, tapi Pemerintah sendiri yang kurang mengerti. Entahlah! Kita tunggu saja semoga semuanya baik-baik saja.
Terasa aneh, negara dengan kebun sawit yang begitu luasnya. Bahkan hampir tiap tahun bertambah luas. Masyarakatnya kesulitan untuk mendapatkan minyak goreng. Terasa aneh juga jika dipasaran terjadi dua harga, harga minyak goreng subsidi dan tidak subsidi. Bisa-bisa akan terjadi pencurangan harga, yang seharusnya harga minyak goreng subsidi dijual non subsidi. Semeleke........Bagi masyarakat berduit mungkin tidak terasa, bagi penjual gorengan? Nangislah mereka!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar