Sudah dua tahun lebih wabah korona ini melanda, yang awalnya orang tak akan mengira wabah ini akan sampai ke Indonesia. Awal kemunculan wabah di negeri ginseng, orang pada santai dan merasa kebal dengan wabah ini. Makanya orang Indonesia pada enjoy. Hal tak terduga, wabah begitu booming. Akhirnya banyak orang yang terkejut dan tak percaya. Media masa yang memberitakan dengan gencarnya, sehingga menambah rasa ketakutan. Ya, jadi paniklah semuanya. Ada rasa ketakutan yang mencekam.
Yang katanya masker bisa mencegah dari penularan wabah ini dan pemerintah mewajibkan rakyatnya mengenakan masker saat keluar rumah. Jika ketahuan tidak mengenakan masker, kena sanksi sosial atau denda. Sanksi sosial disuruh menyapu jalanan, dan dendanya berkisar 200ribuan rupiah. Ya ampun, sampai segitunya sanksi tersebut. Maka tak heran, masker kayak menjadi kebutuhan wajib. Dan akhirnya apa, masker menjadi benda langka. Terjadi penimbunan. Dan harga menjadi melonjak.
Kadang lucu sekali ya, masker aja ditimbun. Masyarakat akhirnya berkreatif menciptakan masker dari bahan kain. Nah, masker keluaran pabrik jadi anjlok harga, diobral. Peristiwa yang tegolong lucu. Ah negeri yang mudah panik, hahaha. Eist, saat masker menjadi barang langka dan mahal, saya pernah menjumpai orang menggunakan masker yang begitu usang. Sebenarnya sudah tak layak pakai, tapi orang tersebut tetap memakainya, mungkin karena takut kena razia masker. Atau mungkin faktor ekonomi, buat makan aja susah, boro-boro beli masker. Entahlah!
Ah gara-gara masker, sesama orang beantem atau saling menaruh rasa curiga. Saya juga pernah menjumpai, orang ribut gegara soal masker. Kadang saya hanya bisa elus dada. Hal sepele kenapa jadi serius. Bahkan saling berprasangka jelek. Tapi kadang ada hal yang bikin saya tersenyum, di rumah sendirian dan melakukan zooming tetap pakai masker. Tapi semua emang sah-sah saja. Tapi ya tak segitunya, dikit-dikit masker. Dan yang tak menggenakan masker langsung dihukumi jelek. Secara pribadi, saya setuju dengan Pak Terawang, masker hanya untuk orang sakit.
Terus masalahnya sekarang dimana? Setelah ada anjuran, masker hanya digunakan sekali pakai atau maksimal tiga kali pakai. Belum lagi harga masker yang begitu sangat terjangkau. Pertanda ekonomi mulai membaik. Akhirnya menjadi masalah tersendiri. Sampah Masker. Belum lagi budaya membuang sampah yang masih sembarangan. Termasuk, pemerintah yang kuwalahan mengatasi sampah. Sampah masker berserakan dimana-mana. Menjadi hal menjijihkan pastinya ya.
Solusinya apa terhadap sampah masker ini ya? Saya sendiri juga tidak tahu. Konon katanya sampah masker tergolong sampah yang susah terurai, belum lagi soal dari tali masker itu sendiri. Yang sangat membahayakan bagi ekosistem lainnya, termasuk hal ini burung yang sering terjerat kakinya gegara tali masker. Atau konon katanya juga termasuk hewan laut yang menjadi korbannya. Korban akibat buang masker sembarangan.
Sampah masker ini kan termasuk hal yang menjijihkan jika dibuang sembarangan. Sama halnya seperti sampah ingus atau ludah. Belum lagi jika sampah masker ini benar-benar dari orang yang terkena wabah penyakit. Apa tidak lebih ngeri. Bagimana untuk mengatasi hal seperti ini? Saya sendiri juga tidak tahu. Ya paling tidak buanglah sampah masker pada tempatnya. Jangan dijalanan atau sembarang tempat. Kalau perlu, putuskan tali masker tersebut. Intinya sampah masker sangat mengganggu pemandangan dan kesedapan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar