Masa anak-anak, atau masa kecil adalah masa yang begitu menyenangkan. Dunia terasa indah, dunia isinya hanya tertawa bahagia, seandainya sedih dan menangis pun, itu pun hanya sesaat. Setelah itu ceria kembali, seakan-akan tiada masalah. Bertengkar dan berantem dengan teman pun, hanya hitungan menit akur kembali. Ah, masa yang begitu menggembirakan, masa yang tak mungkin diulang. Masa yang selalu dirindu tatkala hati ini lagi galau. Rasanya ingin menarik ulur, ingin menarik kembali masa itu.
Tapi apa daya ya, waktu terus berputar. Waktu terus berjalan maju. Tak ada istilah, waktu akan bisa dulang lagi. Kesempatan hanya datang satu kali. Badan atau fisik terus tumbuh menua. Masa kecil terus ditinggalkan. Ya ya ta, itulah kehidupan. Manusia sukanya langenan, rindu dengan apa yang telah berlalu. Manusia suka berandai-andai. Ya termasuk saya ini, sukanya berkhayal, bermimpi disiang bolong. Hahaha, membuka borok sendiri jadinya.
Saya menulis ini sambil dengerin musik, dan sedikit hujan gerimis. Sehingga tak bisa focus atau konsentrasi penuh apa yang akan saya ceritakan. Ah, hidup ini jangan terlalu serius ya, entar cepat menua. Nah itu, masa anak-anak akan cepat berlalu, jika terlalu tegang dalam menjalani hidup. Dunia yang semakin rumit, perang disana-disini, bencana alam terus berdatangan. Jika tak bisa mengontrol emosi dan pikiran, bisa bahaya. Tua dan mati belum saatnya datang hehehe.
Sebenarnya saya menulis ini dalam keadaan pikiran semrawut. Mikiran kebutuhan yang makin meledak, sedangkan pemasukan makin menipis, hahaha. Finansial terasa seret, atau sebenarnya bukan seret tapi tak bisa mengelola ekonomi. Terlalu boros atau tak bisa membedakan mana yang penting dan mana yang tidak penting. Mana yang kebutuhan pokok (primer) dan mana yang kebutuhan sekunder. Atau bisa jadi, saya yang tidak bersyukur. Entahlah, saya juga lagi intropeksi diri.
Hahaha, kok saya jadi sambat. Ini bukan sambat ya, sekedar keluh kesah. Wow semprul, itu mah sama aja. Hidup ini tak boleh sambat, jalanin dengan ihklas. Hidup ini serba ujian. Sehat, sakit, kaya, miskin,jomblo, punya pasangan, tak punya anak maupun punya anak adalah ujian dalam kehidupan ini. Soal enak dan tak enak, sebenarnya itu soal rasa saja. Hahaha...saya ini lagi waras. Alias bisa berpikir positif.
Saya ini mau cerita mainan jadul, kok jadi gimana gitu. Tenang, sebenarnya masih ada hubungannya. Beberapa hari ini saya suka mengenang masa kecil. Masa yang penuh bermain. Dulu koleksi mainan saya banyak sekali. Mainan ala kampung ya. Bukan mainan eras modern, semuanya serba pakai baterai. Mainan punya saya, biasanya bikin atau rakit sendiri. Bahan mainanya juga sangat sederhana, dari limbah atau bahan bekas. Gratis pula, tinggal cari di halaman pekarangan rumah.
Yang menjadi ingatan saya adalah mainan tembakan-tembakan. Jaman saya kecil, mainan tembakan-tembakan terbuat dari belahan bambu. Yang nanti dirakit menggunakan gelang karet dan pentil sepeda. Pelornya pakai batang daun pepaya. Gimana, benarkan bahannya sangat sederhana dan gratisan. Soal pelornya, kalau kena tubuh, ya lumayan sakit lo. Walau sakit, anak jaman dulu kebal, tak menangis. Masih bisa menahan rasa sakit, hahaha.
Eh ternyata mainan tembakan-tembakan jadul tersebut masih eksis. Dan masih diminati anak-anak, hanya beda bahannya saja. Sekarang tembak-tembakan mainan tersebut dari bahan kayu bekas. Yang nanti dirakit menyerupai tembakan. Kayu bekasnya juga diberi aneka warna, sehingga tampilanya lebih mencolok atau lebih menarik. Ide yang hebat nih. Saya pun kagum meliharnya. Kreatif banget.
Eh ternyata yang beli banyak juga. Anak-anak rela antri. Mainan tembakan ini nantinya bisa dimodif lagi. Yang awalnya harga sekitar lima ribu, karena dimodif dan terus dimodif akan menjadi mainan tembakan yang tampil beda. Lebih bergaya atau lebih berkelas. Anak-anak akan terangsang ingin untuk memodifikasi mainan senjatanya. Pokoknya ingin tampil lebih keren dan beda dengan yang lainnya.
Amankah mainan ini? Yang jelas aman. Karena pelornya menggunakan bahan bekas ban dalam yang dilipat. Seandainya kena tubuh, tidak terasa sakit. Empuk gitulah. Untuk merakit kayunya pakai apa? Wow gampang tu, pakai paku kecil. Selebihnya menggunakan gelang karet untuk mengikatnya. Terus itu pewarnya pakai apa? Yang jelas bukan pewarna dari cat kayu. Sepertinya pewarna kain. Terus kira-kira pendapatan sehari berapa? Dah ah, kebanyakan tanya.
wah pertanyaan terakhir belum ada jawabannya tuh...mungkin regane belasan ribu kali ya mas bumi
BalasHapusintronya seperti biasa, khasnya njenengan mas 🤭
kalau mainan tembak tembakan pake batang daun peoaya sih aku oernah banget tuh wkwkwkkw...lumayan ingat juga abis baca ini jadinya..tapi ada getah atau pulutnya jadi nanti tangan bisa lengket gitu
ini mainan aku zaman kecil dulu
BalasHapuszaman dulu main kayak gini aja udah seru
Sudah lama tak kunjung ke sini ...
BalasHapusJadi ingat nostalgia, dulu jaman sekolah, uang jajan terbatas, pengennya beli yang model laras panjang, tapi apa daya yang jajan gak mencukupi, jadi cuma bisa beli yang model pistol.
Ngiri kalau liat temen punya yang laras panjang.
Ini senjata paling dasar, setelah ini dulu baru tu masuk ke mainan air softgun.
Liat senyum bapak penjualnya, ikutan seneng aku 😄👍. Mainan murah meriah gini, bagus sih, buat melatih kreatifitas anak dlm bermain juga, drpd gadget kan.
BalasHapusTapi aku dulu kalo main tembak2an, sempet bikin cuma dari pelepah pisang mas. Yg ngajarin kakekku di kampung. Gampang juga tuh, cuma ambil pelepah pisang, buang daunnya, trus di sayat beberapa bagian, tapi ga sampe lepas. Ntr ada suara plak plak plak kayak suara tembakan hahahahha. Seru memang kalo bisa bikin sendiri 😄