Makin kesini, saya juga tidak mau berharap atau bercita-cita terlalu muluk. Sebab apa, yang saya inginkan biasanya meleset dari apa yang saya mimpikan. Dulu, saya bercita-cita ingin banget jadi guru. Eh ternyata gagal. Dulu saya ingin punya ini, eh ternyata tidak kesampaian. Dulu pengen punya itu, eh ternyata tak terwujud juga. Maka dari itu, saya hidup biarkan mengalir apa adanya. Yang penting saya kerja dan kerja, jika punya sisa uang ya ditabung. Dah gitu aja. Apalagi, umur semakin bertambah, hidup tak mau ngoyo lagi. Mensyukuri apa yang ada. Dan selalu berusaha untuk bersyukur. Kalau soal kuran mah, selalu kurang. Manusia tak akan pernah merasa cukup dan puas dengan apa yang diperoleh.
Berarti tidak pernah stres dong? Ah siapa bilang, manusia pasti ada kadar stres atau tekanan hidup. Saya juga pusing, jika tak punya uang. Apalagi pas kebutuhan banyak, isi dompet kosong total. Ah, kepala cenat-cenut. Buat jalan saja, rasanya berat. Kepala kok buat jalan? Maksudnya, kalau lagi jalan, kepala masih terasa pening. Oh! Mau sambat ke orang lain, orang lain juga mengalami hal serupa soal finansial. Ya akhirnya hanya bisa dipendam.
Belum lama ini, saya juga main ke rumah teman. Eh dianya kok sambat stres. Sedangkan kalau soal keuangan, dia lebih mapan. Main ke rumah teman mau ngutang gitu? Wow prasangka buruk. Main ke rumah teman, niatnya silaturahmi karena lama tak berjumpa. Jaman sekarang emang repot ya, jika main ke rumah orang, pasti bawaannya jelek, dikiranya mau pinjam duit. Payah payah, jika ketemu orang yang punya positif thingkin. Dilanjut, soal main ke rumah teman tadi. Teman saya tadi stres karena kesehatannya yang lagi memburuk, plus sebentar lagi mau pensiun. Berarti betulkan, setiap orang punya permasalahan hidup masing-masing. Hidup ini saling sawang sinawang. Saya memandang kehidupan orang lain tampak lebih enak, dan begitu juga orang lain memandang kehidupan saya sangat super enak. Soal derita? Mana orang lain tahu.
Yang jelas, kehidupan ini semakin keras. Persaingan hidup semakin tajam. Siapa yang kuat dan siapa yang bertahan, itulah yang menjadi pemenangnya. Untuk bertahan hidup, adakalanya manusia saling menyerang atau membunuh. Maka jangan heran, jika peperangan di dunia ini tak akan pernah hilang. Jangan berharap, dunia ini akan damai total. Ya karena memang dunia ini tempatnya masalah. Apalagi, budaya tertua manusia adalah membunuh, berebut asmara. Membunuh karena soal cinta. Hahaha....saya terlalu ngawur.
Hidup ini memang keras. Tapi tak boleh patah semangat. Selama masih diberi kekuatan, gunakan untuk bekerja mencari nafkah. Ngeluh dan sambat, ya secukupnya saja. Jangan sampai terlalu baper, yang berakibat badan menjadi ringkih dan sakit. Kalau sudah sakit? Siapa yang rugi? Siapa yang merawat? Ya kalau ada keluarga yang bisa diandalkan. Kalau tak ada? Bisa anda bayangkan sendiri.
Saya kagum dengan bu Sri, walau dia menderita sakit jantung tapi semangat kerjanya sungguh luar biasa. Saban hari, jualan mainan keliling kampung. Dorong gerobak yang jarak dari rumahnya bisa satu kilometeran. Lumayan jauh kan. Pulangnya menjelang maghrib bahkan lebih malam lagi. Hebat-hebat, perempuan yang super tangguh.
Jualan mainan keliling dengan dorong gerobak. Pastinya demi menafkahi kebutuhannya ya. Bu Sri tidak mau berpangku tangan, tidak mengharapkan belas kasihan orang lain. Selama tuibuhnya masih kuat, akan terus berupaya memakan dari hasil keringatnya. Wah keren bukan? Sehat selalu dan terus semangat! Semoga usahanya laris manis dan jaya selalu. Banyak untungnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar