Atau bisa jadi, karena rakyatnya sudah lelah. Sampai tak punya energi lagi buat melampiaskan uneg-unegnya. Atau mungkin berita politik, berita kriminal semisal kasusnya Sambo dan Teddy Minahasa, atau kasusnya artis yang ketahuan video call dengan emak cantik lebih menarik. Entahlah! Saya aja juga bingung dengen berita-berita yang bertebaran di televisi dan sosial menarik. Lebih suka membahas hal-hal seperti itu. Atau mungkin berita sepert itu yang punya nilai jual tinggi ya? Sekali lagi, entahlah!
Hahaha..., sebenarnya itu saya mau bahas apa ya. Sepertinya kok kehilangan ide. Betul sekali, saya lagi galau, sehingga isi kepala kok susah untuk diajak kompromi. Pengennya itu bermalas-malas ria, inginnya tiduran atau rebahan di kasur sambil ngalamun. Berandai-andai gitulah. Tapi karena ingat kebutuhan, apa daya, mau tidak mau harus bekerja. Walau hasik kerja belum tentu mencukupi untuk kebutuhan hidup, hehehe. Jadi ketahuan sambatnya.
Keluar rumah untuk mencari bahan berita. Siapa tahu ada hal-hal yang menarik untuk menjadi bahan artikel atau berita. Walau sebenarnya, kini menulis sudah tidak bisa diandalkan lagi. Sepertinya budaya membaca yang makin menurun. Belum lagi peraturan dari google adsense yang tak jelas. Tidak memberikan letak kesalahan mendetail dari blog. Artikel mana yang dianggap melakukan kesalahan. Beda halnya dengan main youtube, sangat jelas sekali petunjuknya. Misalkan video ini yang dianggap melakukan kesalahan, sehingga tak bisa didolarkan. Kalau blog? Hanya disuruh main raba-raba.
Kali ini saya mendapatkan bahan berita tentang minyak goreng. Dulu saat minyak goreng harganya naik, wow dimana-mana emak-emak panik. Terjadi antrian panjang demi mendapatkan minyak goreng, itu pun dalam jumlah dibatasi, hanya boleh dua liter. Saya pun sempat ikut antri hehehe. Kenaikan harga minyak goreng saat itu juga heboh di koran-koran maupun di televisi. Pokoknya menjadi perbincangan empuk di kalangan masyarakat.
Tapi kini, kenaikan harga minyak goreng kok sepi-sepi aja. Minyak goreng subsidi yang Harga Eceran Tertinggi (HET) Rp 14.000/liter, kenyataan di masyarakat dipatok dengan harga 17 ribu. Dan itu pun tak mendapat respon penolakan. Kok bisa seperti ini. Apa fungsinya harga HET yang tertera di botol kemasan minyak goreng. Apa hanya sebagai hiasan, sebuah trik marketing? Ah jadi tak ada bedanya dengan tulisan harga yang tertera di penjual buah pinggir jalan.
Sepertinya pemerintah juga mulai menyerah dengan subsidi minyak goreng. Akhirnya soal harga diserahkan atau ditentukan oleh harga pasaran. Atau pemerintah sudah kehabisan dana untuk mensubsidi minyak goreng? Entahlah. Atau mungkin peredaran minyak goreng ini sudah tidak mendapatkan pengawasan dari pemerintah? Entahlah. Saya hanya bisa berandai-andai. Pemerintah juga adem ayem aja, karena tak ada respon negatif dari emak-emak. Berati kenaikan harga minyak goreng tak menjadi masalah tak ada kendala. Naik terus....., abaikan HET.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar