Menjelang lebaran, memang berkah bagi setiap orang. Termasuk pemilik pohon kelapa yang ketiban duit nomplok. Kalau di kampung saya, bentuk ketupat tidak hanya persegi empat, tapi ada juga yang bentuknya lonjong. Nah kalau yang bentuknya lonjong, saya mahir membuatnya. Tapi kalau yang bentuknya persegi empat, saya sedikit kesulitan. Tapi tetangga saya ini, semuanya serba bisa, mereka sekeluiarga memang jagonya.
Kali ini saya menyempatkan keliling pasar. Ingin mencari ketupat. Wah ternyata kesulitan juga menjumpai pembuat ketupat ini. Di pasar hanya satu orang, itu pun belinya antri dan nunggunya juga lama. Nunggu penjualnya selesai membuat ketupat. Kenapa tidak yang langsung jadi? Tidak ada. Kalau tahun lalu, masih mudah saya jumpai penjual ketupat, bahkan berderet-deret. Kenapa tahun ini sepi penjual ketupat? Saya pun sangat penasaran.
Apa kaum milenial sekarang sudah tidak mengerti dan memahami filosufi ketupat? Atau enggan ribet? Entahlah, saya justru ikut bertanya-tanya. Jadi ingat masa kecil saat menjelang lebaran, malam takbiran emak sudah sibuknya kayak ampun membuat makanan ketupat ini. Dari bersih-bersih beras, meniris beras. Terus memasukan beras ke dalam ketupat, yang isinya saparuh dari ruang ketupat. Kemudian mengkukusnya. Isian beras harus tepat, karena jika tidak tepat nanti ketupat lembek atau ketupatnya tidak mateng alias berasnya masih mentah.
Membuat ketupat memang banyak sekali prosesnya ya? Setelah matang, besok pada hari lebaran dikukus lagi biar hangat. Aduh hari gini, masih adakah kaum emak milenial yang mau seribet itu? Butuh waktu yang panjang dan melelahkan. Mau makan saja kok seribet itu, keburu nafsu makan hilang. Ah buat apa capek-capek jika yang nantinya makan orang lain. Lebih praktis menanak nasi seperti biasanya. Atau menanak nasi pakai rice cooker. Sisa waktunya bisa buat pegang hape, hahaha.
Ketupat berasal dari kata Kupat, yang mengandung arti ngaku lepat, mengakui kesalahan. Kalau untuk era dulu, untuk mengatakan atau mengakui bahwa dirinya punya kesalahan, hal yang gengsi dan malu. Lidah akan terkunci untuk mengatakan hal itu. "Saya ngaku salah dan banyak salah, mohon dimaafkan", wah itu kalimat yang sakral, emak-emak itu mengatakan kalimat itu, pasti gagap dah. Makanya orang jaman dulu membuat simbol dengan bentuk makanan. Salah satunya bentuk makanan ketupat tersebut. Tanpa mengatakan, orang yang memberi dan menerima makanan ketupat, akan saling memahami. Saling minta maaf dan memaafkan. Nah itu sejarah dan filosufi dari ketupat. Sama halnya untuk anak muda era sekarang. Memberi kue coklat sebagai simbol bentuk perhatian dan cinta. Tanda kasih sayang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar