email: djangkarubumi@yahoo.com

Pasar Jatinegara Trade Center Kian Sepi Pembeli, Daya Tariknya Makin Menurun Kenapa Bisa?

Pasar Jatinegara

Mumpung cuaca cerah, dan duit THR (Tunjangan Hari Raya) sudah di tangan, enaknya belanja ke Pasar Jatinegara Jakarta Timur. Kalau tidak segera dibelanjakan, takutnya duit keburu habis buat kebutuhan atau keperluan lainnya. Menjelang Idul Fitri, iklan-iklan sungguh menggoda hati, apalagi dengen iming-iming potongan diskon yang menggiurkan, bikin mata terbelalak lebar. Kalau tidak kuat iman, pasti ingin membeli produk-produk tersebut.

Asik nih yang dapat THR! Wah sebenarnya bukan uang THR. Saya sudah lama tidak bekerja kantoran, jadi lama juga tidak merasakan apa itu uang THR. Mungkin sudah dua puluh tahun lebih, saya tidak sebagai pegawai kantoran. Sebenarnya kangen, ingin lagi kerja kayak dulu. Tapi apa daya, persaingan tenaga kerja lumayan ketat, dan lowongan kerja juga bisa dikatakan sangat terbatas. Ya akhirnya menekuni profesi serabutan, yang penting juga menghasilkan uang. Walau kelihatannya lontang-lantung, alhmdulillah masih bisa untuk makan.

THR Cair

Pasar Jatinegara

Niatnya ingin belanja ke Pasar Jatinegara, beli sarung buat nanti dibagi-bagikan ke sanak-saudara dan teman dekat. Sudah menjadi langganan, jika beli barang untuk keperluan lebaran, berburunya ke Pasar Jatinegara. Pernah sih ke Pasar Tanah Abang, aduh jika ke sana, tidak kuat dengan kemacetannya. Parkiran yang begitu sempit, belum lagi berjubel-jubel orang berlalu-lalang. Udara makin pengab, jika tidak kuat fisik bisa pingsan.

Belanja yang tidak begitu jauh dari rumah, dengah harapan bisa hemat waktu dan tenaga. Soal harga juga tidak begitu jauh dengan harga di pasar Tanah Abang. Selisih sedikit, bahkan ada yang sama. Jika ada yang dekat, kenapa harus belanja ke tempat jauh, iya kagak? Tapi dalam hati, tetaplah ingin ke Pasar Tanah Abang. Lebih banyak pilihan.

Pasar Jatinegara

Pasar Jatinegara

Jalan raya kiat makin macet. Kendaraan makin banyak. Berkendara di jalan dibutuhkan kesabaran yang ekstra. Tidak boleh panas hati. Tidak boleh tersinggung. Siap dengan omelan kasar pengendara lain. Ya kayaknya semua diburu dengan waktu, ingin segera tiba ditempat tujuan. Lampu hijau baru menyala saja, suara klakson sudah menggema. Tat Tit Tot, ditambah dengan suara mulut pedas. "Woih Buruan".

Saya pun hanya bisa mengelus dada. Walau sebenarnya ada keinginan untuk membalasnya. Ah tapi jika ingat lagi puasa, akhirnya hanya bisa menghelai nafas dalam-dalam. Tidak boleh terpancing emosi, lagian itu juga kemarahan tidak bermakna. Hanya sebatas suara gede saja, hahaha. Entar ribut di jalan, tambah repot, menambah kemacetan. Gas terus, dibawa joget saja. Alias santai.

Pasar Jatinegara

Pasar Jatinegara

Pasar Jatinegara

Setibanya di Pasar Jatinegara, saya langsung mencari tempat parkiran seperti biasanya. Saya parkir motor di area depan pintu utama Pasar Jatinegara. Enaknya parkir di luar, memudahkan nanti saat pulang. Awalnya saya sedikit bingung saat memasuki pasar ini, keder dibuatnya. Maklum, saya ke Pasar Jatinegara umumnya setahun sekali. Jika ada perubahan sedikit saja, pasti saya pangling.

Sebelum saya masuk ke dalam pasar, saya pun menyempatkan untuk memotret gedung pasar dari luar. Wah saya benar-benar mirip wartawan saja nih, mirip photographer. Saya pun leluasa bisa memotretnya, kerena sepi pengunjung. Hanya kendaraan motor dan mobil saja yang berseliweran. Banyak motor dan mobil, kenapa bisa sepi orang. Pemandangan yang kontras.

Pasar Jatinegara

Pasar Jatinegara

Pasar Jatinegara

Saya pun tidak mau berlama-lama di Pasar Jatinegara. Langsung menuju atau mencari toko langganan. Agar bisa secepatnya pulang. Ingin membeli seperlunya saja, ya karena uang saku cukup terbatas. Ingin membeli sarung dan seprai kasur. Aduh melihat baju dan celana yang dipajang, ada rasa tergoda juga. Modelnya cakep-cakep, cocok buat lebaran.

Toko Gayatri, yang berada di lantai dasar blok BKS No 160/161, dekat dengan kamar kecil. Sehingga mudah dicari dan dikenali. Saya masuknya dari pintu samping yang mengarah jalan keluar pulang, bukan dari pintu utama, sehingga bisa segera menemukan toko langganan ini. Tanpa basi-basi, saya langsung menanyakan harga sarung dan seprai. Harga yang ditawarkan sudah harga mati, tidak bisa diturunkan lagi. Merasa sudah cocok dengan barang yang diinginkan dan harga juga sudah sesuai, langsung saya minta untuk dikemas. Bayar terus pulang.

Berita Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Back To Top